"SEKDA", Personal Kunci Birokrasi: Belajar Kegagalan Birokrasi Kelik Sumrahadi

Korupsi bupati Purworejo (2005) telah mewarnai media massa, kasusnya berujung pada vonis hukuman yang cukup panjang. Persoalan yang penuh intrik tersebut dibalut dalam skenario seputar upaya pencairan dana dari pusat. Tidak banyak yang bisa diperbuat bupati "pandai tapi lugu" ini, setelah dirinya benar-benar dijadikan seorang aktor antagonis oleh musuh politik yang dulu dikalahkannya.
Bagai rusa patah tanduknya, pak Kelik, begitu beliau akrab disapa, tidak lagi memiliki kekuatan yang meyakinkan untuk membela diri dari sergapan politik lawan-lawannya. Publik Purworejo seakan dibuat kecewa atas kerelaan mereka untuk memberikan suara pada pilkada lalu. Itu semua akibat dari keengganan bishop menutup raja dari 'skak matt'. Dalam tulisan inilah, mari kita bersama me-review track gagal politikus ulung itu pada konstruksi birokrasinya.
Sekenario berawal dengan materi kecurigaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) cabang Yogyakarta, Muliyono, dan menemukan kejanggalan dalam Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) Pemkab Purworejo. Di dalamnya ada anggaran dana fasilitasi yang dinilai menyalahi aturan. Dana fasilitasi itu disebutkan untuk mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat dan provinsi. Rinciannya, sebesar Rp2,517 miliar untuk pengurusan dana pusat, dan Rp22,545 juta untuk pengurusan dana-dana provinsi.
Dalam perjalanannya diketahui ada juga aliran dana ke kantong-kantong pribadi pejabat Pemkab Purworejo sebesar Rp190 juta. Selain itu, ada juga dana yang mengalir ke rekening-rekening pribadi, nilainya Rp200 juta. Dengan demikian, nilai total dugaan korupsi seluruhnya mencapai Rp2,9 miliar. Dari jumlah tersebut, ada pengembalian ke kas daerah sebesar Rp165 juta. Hingga kerugian negara/daerah ditetapkan menjadi Rp2,765 miliar.*
Dalam amar putusan juga disebutkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Purworejo 2006, antara lain mengalir ke Tansil Linrung (anggota DPR RI) sebesar Rp.500 juta, pengurusan dana ac hoc ke Ohkim Susanto (juru kamera sekertaris negara) sebesar Rp.500 juta, serta dana alokasi khusus diterima oleh Yuni sebesar Rp.250 juta.**
Setiap politikus senior juga tahu bahwa keadaan demikian adalah hal lumrah dalam birokrasi negara ini, tentu pastilah ada yang berbeda disini daripada taktik sama di kota lain yang menyebabkan orang no 1 Purworejo harus menginap di LP Kedungpane. Sinopsis drama itu dilanjutkan dengan tuntutan pertanggung jawaban  atas kesalahan pak Kelik dan putra buahnya ditubuh Pemkab. Tuntutan inilah yang bermuara pada 1 tahun hukuman bagi dirinya, tapi tidak pada anak buahnya bahkan tidak pula pada orang dekatnya yang justru menikmati lebih banyak.
Bagaimana ini semua bisa terjadi? bagi anda warga Purworejo tentu tahu pak Marsaid (mantan bupati Purworejo) dan kasus yang menimpa dirinya. Kasusnya lebih memalukan dibandingkan pak Kelik, dia harus rela namanya dicantumkan pada media massa sebagai musuh pendidikan yakni dengan mengkorupsi pengadaan buku perpustakaan senilai Rp8,97 miliar.  Mungkinkah anda berpikir ada kaitanya antara kasus pak Marsaid dan pak Kelik, jika anda berpikir demikian, memang begitulah kondisinya.
Kelemahan pak Kelik dibandingkan pak Marsaid adalah mengenai link mereka di pusat, sedangkan pak Marsaid tidak mampu membendung tuntutan putra buahnya dalam budaya korupsi berjama'ah. Layaknya perang, politik juga menggunakan peluang untuk mengalahkan oposisinya, yang mana celah sdikit bisa menjadi jurang besar. Tidak ada jaminan orang baik bisa bertahan dan apalagi sebaliknya, karena intrik yang begitu kejam. Setelah menghirup nafas segar usai divonis hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp.100 juta, subsider enam bulan penjara, pak Marsaid, SH, Msi diketahui adalah orang dekat pak Airman (menteri Pembangunan Daerah Tertinggal). Keinitiman tersebut berbuah manis, provokasi yang dilakukan pak Marsaid terhadap pak Airman berbentuk konflik dominasi (partai) daerah, akhirnya berhasil juga. 
Sekarang tinggal memainkan personal kunci berikutnya, Ir Akhmad Fauzi MA (Sekertaris Daerah) dibawah pimpinan Kelik Sumrahadi, S.sos, MM. Dengan memanfaatkan ambisinya menduduki kursi "panas", pak Marsaid melihatnya sebagai potensi untuk membalas perlakuan Kelik terhadap dirinya dulu. Pada akhirnya skenario apik tersebut berhasil sesuai tujuan.

Note Foot
             

0 komentar:

Posting Komentar