ANTARA POLITIK KESEDERHANAAN DAN POLITIK KEMEWAHAN

Izinkan kami membuka tulisan ini dengan mengajukan pertanyaan kepada anda, "manakah yang lebih anda sukai dan anda segani, pemimpin yang sederhana atau pemimpin yang memiliki kemewahan?". Sepintas kesederhanaan nampak lebih bersahabat, tapi mengapa kebanyakan pemimpin yang dikagumi lebih tendensi kepada kemewahan?, dan mengapa pula seorang pemimpin sederhana justru lebih sering di nomor dua-kan daripada pemimpin yang mempertontonkan eksklusifitasnya?. Sebagaimana pembaca ketahui, memiliki ruh itu vital, namun tidak ada spesialnya seseorang yang memiliki ruh jika setiap orang juga memilikinya. Menjadi orang jujur itu spesial, namun sama sekali tidak spesial kalau semua orang memiliki sifat jujur. Dengan kata lain, seseorang akan dianggap spesial kalau memiliki ultimate advantage (nilai lebih) dibandingkan lainnya. Begitu pula seorang pemimpin, dia akan memiliki pengaruh tergantung seberapa banyak nilai lebih yang dipunyainya. 
Sebagai seorang leader, tentu dia harus memiliki hal-hal yang tidak dipunyai oleh orang-orang  yang ia pimpin, sehingga itu menjadikannya pembeda antara dia dengan bawahannya. Itulah sebabnya mengapa  atribut kemewahan sering dipakai oleh para penguasa atau elit politik, karena dengan cara demikian rakyat yang dipimpinnya akan bertambah loyalitasnya dan memudahkan untuk dikendalikan. Jika elit politik tidak memanfaatkan kemewahan sebagai prestise, lalu kemudian lebih memilih kehidupan sederhana, bukan tidak mungkin rakyat akan menganggapnya sebagai seorang yang sama kedudukannya dengan mereka, disebabkan persamaan nasib. Melalui sudut pandang inilah politikus terlihat banyak menunjukkan atribut kemewahannya,  serta ditunjang oleh besarnya income finansial. 
Dari penjelasan diatas, maka dapat diketahui manfaat politik kemewahan yang dipraktikan oleh sebagian  besar kalangan politikus. Namun tidak selamanya politik yang demikian itu baik digunakan oleh seorang pemimpin, sebab jika perbedaan (antara pemimpin dan rakyatnya) semakin jauh, nilai solidaritas yang dihasilkan dari persamaan akan berkurang oleh sekat kesenjangan. Kalau sudah demikian keadaannya, bibit-bibit oposisi akan segera tumbuh subur, hal ini tentu tidak diinginkan oleh setiap penguasa. Pada tahap ini, penguasa atau pemimpin harus lebih low-profile dan menunjukan dirinya sebagai manusia biasa yang sama dengan rakyatnya. Karena dengan demikian nilai solidaritas persamaan akan tumbuh, kemudian simpati terhadap pemimpin bisa menguat.
Porsi antara politik kesederhanaan dan politik kemewahan tidak boleh terlalu berlebihan, keduanya harus memperhatikan keseimbangan, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi ideal dan proporsional. Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan diatas.     

0 komentar:

Posting Komentar