Reboisasi Politik Kebumen


Politik merupakan pasar yang paling cepat berubah, tidak ada jaminan konsistensi dalam politik, disana-sini warna-warni, setidaknya itulah keadaan politik Indonesia hingga tahun 2010. Kondisi demikian tidak terkecuali di kota kecil semisal Kebumen. Sebelumnya Kebumen juga seperti kota-kota lain, yakni suara rakyat ditangan para agamawan, dan biasanya warna politik mereka (agamawan) adalah hijau (PPP atau PKB). Namun dari salah satu 'pojok' Kebumen, di Somalangu, budaya berhasil direnovasi, bagaimana tidak, usai me-merahkan Kebumen melalui resiko bersebrangan dengan banyak kalangan agama, kini giliran me-reboisasi politik Kebumen melalui jalan yang sama pula.
Fenomena kontroversi jalan politik yang diambil Kyai Somalangu, banyak menuai perhatian dan mengundang kekaguman berbagai pihak. Langkah politik menentukan pertama oleh Kyai Somalangu adalah saat pencalonan Rustriningsih, kader perempuan PDIP, yang dikemudian hari menjadi seorang bupati lalu naik jabatan menjadi seorang wakil gubernur di provinsi Jawa Tengah. Tidak ada yang menyangka, Kyai Somalangu (Gus Afif) muda, secara terbuka berdiri di alun-alun Kebumen dan menyuarakan dukungannya pada kandidat bupati perempuan yang ketika itu ditolak oleh mayoritas kalangan ulama.
Sepuluh tahun berlalu, bupati sebelumnya telah naik pangkat sebagai wagub Jateng, dan wakilnya Nasirudin menggantikan posisi Drs.Hj.Rustriningsih, Msi. menjadi seorang bupati. Warna merah berusaha diganti dengan biru oleh bupati baru Nasirudin, tapi hingga masa periode jabatannya habis, tidak banyak daerah yang dirubah, dan si merah masih menjadi favorit warga Kebumen. Waktu terus berganti, eksekutif dan legislatif pun berganti, kini tiba gilirannya bupati berganti pula, apalah yang dapat dilakukan politikus yang dimanfaatkan Rustriningsih untuk jabatan periode keduanya itu. Hingga akhir track-nya bupati Nasirudin diangkat dan dijatuhkan oleh orang yang sama, yakni wagub Rustriningsih. 
Ironis memang jika kita melihat kembali bagaimana seseorang seperti Nasirudin dipermainkan oleh politikus perempuan jenius seperti Rustriningsih, pada kompetisi pilkada 2010 yang menentukan, apalagi Nasirudin didampingi ketua parlemen seperti Probo. Lagi-lagi Somalangu memberikan kejutan dengan memosisikan dirinya menjadi satu-satunya pesantren yang mendukung pasangan Buyar-Djuwarni dimana pasangan ini dinilai kurang berpotensi menang, sebab tidak mendapat dukungan NU dan pesantren-pesantren lain. Hingga semua terdiam ketika KPU mencatat presentase yang dimenangkan pasangan PPP tersebut.
Setelah lima belas tahun smenjak naiknya Rustri (PDIP) meggantikan Amin Soedibyo (Golkar), barulah kemudian terjadi reboisasi politik dengan wajah baru, yang semula diorangi oleh para ulama, kini digantikan oleh wajah pengusaha. Tidak ada yang tahu bagaimana kondisi politik 5 (lima) tahun mendatang, namun bagi orang yang belajar sejarah politik Kebumen pasca reformasi, tentu akan mempertimbangkan Somalangu Vote (Suara Somalangu) sebagai salah satu penentu arah birokrasi yang lebih mendalam.

0 komentar:

Posting Komentar